Cari Blog Ini

Rabu, 06 Maret 2013

HARMONI , ILMU MUSIK BARAT


Kalau Anda ahli musik, abaikan saja bagian ini. Kalau Anda punya minat atau bakat musik tapi kurang tahu tentang ilmu musik Barat, saya akan menjelaskan dasar-dasarnya. Dasar-dasar ini dibatasi pada unsur-unsur musikal yang dijelaskan Dr. Kunst dalam bukunya tentang musik tradisional di Papua. Dengan demikian, Anda diharapkan akan memahami secara mudah pembahasan Kunst tentang musik tradisional di Papua dalam tulisan-tulisan mendatang. Anda bisa memakai bagian tulisan ini sebagai rujukan kalau penjelasan Kunst yang teknis itu kurang jelas atau membingungkan Anda.


Unsur-Unsur Musik Barat

Ada empat unsur umum musik Barat. Pertama, irama (dan matra); kedua, atmosfir; ketiga, suasana hati (mood), dan keempat, pesan.

Irama dan matra
Irama dalam musik pop atau kontemporer sering disebut style, tradisi, idiom, atau corak (genre). Dalam musik pop modern, irama mencakup country, folk, waltz, rock ‘n roll, samba, salsa, disko, dan lain-lain. Ia mencakup juga fusi atau peleburan berbagai corak pop seperti country-rock, jazz-rock, dan Latin-disco.

Anda yang bisa memainkan gitar irama tahu bahwa memainkan irama country, misalnya, berbeda dengan memainkan irama salsa. Pola pukulan gitarmu untuk jenis irama pertama berbeda dengan pola pukulanmu untuk jenis irama kedua. Dalam notasi khusus untuk irama gitar, setiap irama ini diperikan dengan pola kombinasi not dengan berbagai nilai tertentu.

Dalam musik, ritme adalah suatu bagian dari melodi atau lagu. Ia berhubungan dengan distribusi not-not dalam waktu dan tekanan not-not itu. Not-not dalam waktu ini diberi berbagai nilai. Dalam ketukan 4/4, misalnya, satu not bernilai empat ketukan dibunyikan untuk jangka waktu yang agak lama (misalnya, selama 4 detik) sementara satu not bernilai satu ketukan membutuhkan waktu yang singkat untuk dibunyikan (misalnya, setengah detik). Satu not lain yang bernilai setengah ketukan jelas membutuhkan waktu lebih pendek dari not sebelumnya untuk dimainkan atau dinyanyikan. Di samping itu, tidak semua not mendapat tekanan yang sama: ada yang mendapat tekanan berat, ada yang mendapat tekanan relatif berat, dan ada yang mendapat tekanan ringan. Dalam suatu lagu yang memakai ketukan 4/4 tadi, setiap empat not yang masing-masing bernilai satu ketukan dibatasi oleh dua garis tegak-lurus di kiri kanan kesatuan ini: |---|. Setiap garis lurus tadi disebut garis birama dan kedua garis ini membentuk satu birama (disebut maat dalam bahasa Belanda dan bar dalam bahasa Inggris). Kesatuan empat not dengan nilai tadi membentuk satu birama. Menurut aturan baku, setiap not pertama dalam satu birama 4/4 mendapat tekanan berat, setiap not yang membentuk ketukan ketiga mendapat tekanan relatif berat, dan setiap not yang membentuk ketukan kedua dan keempat mendapat tekanan ringan.

Dalam hubungan dengan penelitian musik tradisional di Papua, Anda perlu tahu apa yang disebut “ritme bebas”. Ini jenis ritme yang tidak ditentukan oleh kejadian teratur dari garis-garis birama tapi kejadian yang timbul dari aliran alami atau konvensional dari not-not. Suatu lagu yang memakai ritme bebas secara praktis akan melibatkan pergantian jenis birama – ada yang tidak lazim – yang bisa lebih dari dua kali. Lagu, misalnya, dimulai dengan birama ganjil seperti 7/4 lalu beralih menjadi 2/4, kemudian 4/4 lalu berakhir dengan 7/4.

Di Indonesia, ritme bebas bisa Anda simak dari nyanyian-nyanyian mazmur dalam Mazmur dan Nyanyian Rohani susunan I.S. Kijne dan dalam Kidung Jemaat terbitan Yayasan Musik Gereja di Jakarta. Dalam ibadah Gereja Katolik, ia muncul dalam lagu-lagu Gregorian (Gregorian chants).

Ritme harus dibedakan dengan matra. Secara sederhana, matra adalah pengelompokan ketukan-ketukan dasar yang tetap dari suatu lagu. Dalam musik populer, ia disebut beat, suatu kata bahasa Inggris yang berarti “ketukan” dalam bahasa Indonesia. Jenis-jenis matra membentuk jenis-jenis birama seperti 2/4, 3/4, 4/4, 6/4, 3/8, 6/8, 9/8, dan 12/8. Angka di sebelah kiri garis miring menunjukkan jumlah ketukan per birama; angka di sebelah kanan menunjukkan nilai not dasar yang melandasi berbagai nilai not yang membentuk ritme suatu lagu.

Contoh matra bisa Anda dengar dengan jelas dari irama disko. Disko memakai ketukan 4/4 yang kuat dan cukup cepat. Keempat ketukan dasarnya dalam satu birama dipertegas oleh bunyi drumnya: DUM DUM DUM DUM. Bunyi ini berulang-ulang secara tetap selama lagu disko dimainkan.

Atmosfir
Atmosfir adalah lingkungan di sekitar suatu nyanyian. Atmosfir menjawab pertanyaan: “Anda di mana?” Di suatu pantai tropik atau pegunungan salju; di gereja, di rumah, atau di hotel?
Vidi Rosen
19-04-2008, 11:33
Suasana hati
Bagaimanakah perasaan Anda yang tengah menyanyi tentang apa yang Anda katakan pada kami sebagai pendengar? Bahagia, merenung, sedih, damai, tenang, rindu, bercanda, sangat hormat, sepi?

Pesan
Apa yang Anda, penyanyi, katakan pada kami sebagai pendengarmu? Apa fakta, sudut-pandang, filsafatmu; tanggapan apakah yang Anda inginkan dari kami?

Selain empat unsur umum, musik Barat berisi juga empat unsur khusus. Pertama, lirik; kedua, melodi; ketiga, harmoni; dan keempat ritme.

Lirik
Ini adalah kata-kata atau syair lagu. Ada beda arti antara pesan dan lirik. Pesan adalah apa yang Anda katakan melalui suatu nyanyian atau lagu; lirik adalah bagaimana Anda menyampaikan pesanmu melalui nyanyianmu.

Lirik mengungkapkan emosi (umum) dan nyanyian – mencakup melodi dan lirik – adalah ungkapan emosional. Lirik bisa terdiri dari bait (verse) dan koor (chorus). Bait menunjukkan, koor bercerita. Bait menunjukkan seseorang atau sesuatu melalui bahasa yang spesifik dan menarik; koor bercerita melalui komentar atau ringkasan tentang bait.

Melodi
Unsur ini adalah suatu gabungan dari rangkaian tingginada (pitch) dan ritme. Rangkaian tingginada dan ritme ditandai oleh rangkaian not dan tanda-diam dengan bermacam-macam nilai. Tergantung kebutuhan, harmoni – gabungan dua, tiga, empat nada atau lebih menurut aturan tertentu – dan lirik adalah bagian lain dari melodi.

Rangkaian not suatu melodi dibentuk oleh interval. Interval adalah “jarak” antara dua not, sejauh satu di antaranya lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain. Jarak antara not do dan re atau sebaliknya secara bertangga membentuk interval kedua karena Anda membunyikan secara naik-turun dua not. Interval ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, dan kedelapan masing-masing adalah do-mi (ada tiga not, do-re-mi); do-fa (ada empat not, do-re-mi-fa); do-sol; do-la; do-si; dan do-do (do kedua lebih tinggi sejauh delapan nada dari not do pertama). Selain itu, ada interval yang berjarak lebih jauh dari satu oktaf, seperti interval ke-9 (do-re dengan re titik satu di atasnya), interval ke-10 (do-mi dengan mi titik satu di atasnya), interval ke-11 (do-fa dengan fa titik satu di atasnya), dan interval lain yang lebih jauh jaraknya.

Interval yang berdasarkan dua not dengan tingginada yang sama – jadi, bunyi musikalnya sama – ada juga. Karena melibatkan satu nada saja, ia disebut interval kesatu, seperti do-do, re-re, mi-mi, fa-fa, sol-sol, dan seterusnya.

Ciri interval bergantung juga pada tangganada. Contoh-contoh interval tadi berasal dari suatu tangganada Barat yang sangat lazim dipakai untuk menciptakan lagu: tangganada diatonik mayor. Urutan notnya dari yang paling rendah ke yang paling tinggi sejauh satu oktaf – delapan nada – adalah do-re-mi-fa-sol-la-si-do. Anda bisa membunyikan urutan not ini dari yang paling rendah ke yang paling tinggi dan sebaliknya.

Semua contoh interval tadi yang berdasarkan tangganada diatonik mayor punya jarak nada. Nada-nada dalam tangganada ini adalah nada-nada pokok atau dasar. Setiap pasangan not yang paling berdekatan secara berjenjang punya jarak satunada (whole tone) kecuali jarak setengahnada (semitone) antara mi-fa dan si-do.

Karena tangganada diatonik mayor mengenal dua setengahnada, maka secara ilmu berhitung sederhana jarak nada antara pasangan not lain yang punya satunada bisa dibagi menjadi dua. Pasangan not do-re, re-mi, fa-sol, sol-la, dan la-si yang masing-masing berisi satunada sebagai akibatnya dibagi menjadi setengahnada. Timbullah suatu tangganada baru yang di dalamnya setiap pasangan not tadi diperkecil jaraknya menjadi setengahnada dan menghasilkan jaraknada yang sama antara semua pasangan not yang baru.

Tangganada baru berdasarkan hasil pembagian satunada menjadi setengahnada ini disebut tangganada kromatik. Dari yang paling rendah ke yang paling tinggi, urutan notnya demikian: 1-#1-2-#2-3-4-#4-5-#5-6-#6-7-1. Tanda kres (#) menaikkan not di sebelah kiri kres sejauh setengahnada. Ketika dinyanyikan, not-not yang diberi tanda # berbunyi – dari yang paling rendah ke yang paling tinggi – do-di-re-ri-mi-fa-fi-sol-se-la-li-si-do. Tapi kalau dibunyikan dari not do yang paling tinggi ke yang paling rendah, cara menulisnya berbeda: 1-7-b7-6-b6-5-b5-4-3-b3-2-b-1. Tanda mol (b) menurunkan not di sebelah kiri sejauh setengahnada juga. Urutan not ini dibunyikan sebagai do-si-sa-la-lu-sol-su-fa-mi-mu-re-ru-do.

Secara praktis, bunyi setengahnada pada posisi naik dan turun dari tangganada kromatik sama: di sama bunyinya dengan ru, ri sama bunyinya dengan mu, fi sama bunyinya dengan su dan seterusnya. Karena sama bunyinya, nada-nada ini disebut nada-nada enharmonik.

Tangganada diatonik mayor lazimnya dipakai untuk menciptakan lagu-lagu yang bersuasana gembira, ceria, cerah – pendek kata, lagu-lagu yang bersuasana optimistik. Tangganada kromatik memberi warna-warna halus pada suatu ciptaan musikal. Ada juga lagu-lagu yang, meskipun memakai tangganada diatonik mayor, bersuasana sedih. Coba dengarkan beberapa lagu rakyat atau lagu pop klasik dari Ambon/Maluku yang boleh dikatakan memakai tangganada diatonik mayor dan dinyanyikan dengan tempo lambat, seperti “lagu tanah” (lagu rakyat asli) asal Ambon berjudul “Nusaniwe” atau lagu pop Ambon tahun 1980-an berjudul “Sioh, Mamae.” Ada yang begitu tersentuh hatinya oleh suasana melodi dan kata kedua lagu ini sampai menangis.

Pola ritme khas suatu melodi dibentuk oleh kombinasi khusus berbagai interval tadi. Dalam musik vokal (gabungan nyanyian dan musik iringan), pola ritme ini dipengaruhi ritme dan makna liriknya. Not-not yang ditahan – misalnya, selama dua sampai dengan empat ketukan alam jenis birama 4/4 – cocok untuk menekankan pesan lirik yang penting, seperti judul suatu lagu. Pasangan atau rangkaian not yang bergerak cepat karena memakai satu garis penghubung di atasnya, kombinasi satu dan dua garis penghubung di atas tiga not atau dua garis penghubung di atas empat not cocok untuk lagu-lagu yang bersifat cakap (conversational). Pola ritme yang ditandai oleh berbagai garis penghubung not-not bernilai kecil mengungkapkan suasana kegiatan yang membutuhkan energi tinggi seperti kesibukan pekerjaan, kehidupan yang terburu-buru, pertandingan olahraga seperti sepak bola, bahkan keadaan kacaubalau atau perang.
Vidi Rosen
19-04-2008, 11:36
Ada lagi suatu teknik menyatukan berbagai not untuk membentuk pola ritme lain. Tiga not disatukan oleh satu garis penghubung di atasnya, ditambah tulisan angka 3. Ini disebut triul pendek dan dalam lagu berjenis birama 4/4, triul pendek dihitung sebagai satu ketukan. Ada juga empat not yang dihubungkan satu garis dan ditambah tulisan angka 4 di atasnya; ini disebut kuartol dan dihitung juga dalam jenis birama tadi sebagai satu ketukan. Rangkaian lima dan enam not yang masing-masing disatukan oleh satu garis penghubung di atasnya dengan tulisan 5 dan 6 disebut kuintol dan sekstol masing-masing dihitung juga sebagai satu ketukan dalam jenis birama tadi.

Dalam musik pop dunia, pola ritme khas melodi bisa menunjukkan asal dan bahkan bisa menaikkan “nilai jual” lagu. Bandingkan, misalnya, musik pop khas Eropa daratan, Inggris, dan Amerika Serikat yang memakai irama seperti wals, country, dan rock ‘n roll dengan musik pop khas Karibia seperti reggae dari Yamaika dan bolero dari Kuba dan juga dengan musik pop khas Amerika Latin seperti samba dan salsa. Anda akan mendengarkan pola ritme khas yang barangkali sulit Anda jelaskan dari berbagai kawasan tadi tapi yang sangat Anda rasakan – dan suka sekali sehingga Anda beli kaset atau CD-nya. Pola ritme ini dipengaruhi di antaranya oleh ritme dan makna lirik dan juga oleh gabungan khas berbagai macam interval dengan berbagai nilai not.

Pola ritme hasil kombinasi berbagai interval dengan berbagai nilainya bisa menghasilkan berbagai suasana hati. Kombinasi interval berjarak kecil dan agak kecil seperti interval ke-1, ke-2, dan ke-3 menghasilkan lagu yang bersuasana dari tenang sampai agak tenang. Kombinasi interval ke-4, ke-5, ke-6, dan di atasnya menghasilkan suasana dasar yang dramatik, menonjol. Urutan not bisa dari yang lebih rendah ke yang lebih tinggi atau sebaliknya.

Masih ada lagi satu jenis tangganada Barat yang lazimnya dipakai untuk menciptakan lagu-lagu bersuasana sayu, sedih, murung, merenung – pendek kata, lagu yang bersuasana introspektif. Itulah tangganada minor. Yang sering dipakai adalah tangganada minor naturel. Urutan notnya dari yang paling rendah ke yang paling tinggi demikian: la-si-do-re-mi-fa-sol-la. Tangganada ini bisa Anda bunyikan secara naik-turun.

Tapi ada juga lagu-lagu yang suasananya gembira meski memakai not-not minor. Beberapa lagu religius dari Israel dan lagu dangdut Indonesia yang bersuana ceria malah dibawakan dengan memakai not-not minor. Ini bukan kelaziman.

Entah tangganada diatonik, kromatik, atau minor naturel, melodi yang diciptakan berdasarkan salah satu dari antaranya punya ciri-ciri umum tertentu. Ciri-ciri apa itu?

Pertama, melodi itu dibentuk oleh suatu gagasan inti yang disebut motif melodi. Ini ibarat tiang utama suatu rumah. Dari tiang utama ini, pencipta – seperti seorang arsitek bangunan – mengembangkan rumah itu dengan menambah tiang lain, kerangka, dinding, atap, penghalusan, pengecatan dinding, penambahan ornamen, dan rincian-rincian konstruksi lain sampai rumah itu tampak keren – sama sekali berbeda dengan kali pertama ia dimulai dengan tiang utama. Pada komposisi melodi Barat, motifnya biasanya ada di awal lagu sebanyak satu sampai sekitar dua birama dan bisa diulang-ulangi – dengan memakai not yang sama atau berbeda – pada bagian lain dalam melodi.

Beberapa contoh penjelasan. Motif melodi atau gagasan inti lagu Natal “Malam Kudus” ada di awal lagu ketika jemaat menyanyi “Malam kudus, sunyi senyap.” Gagasan inti “Yamko Rambe Yamko” ada di awal lagu tempat orang menyanyi “Hei, yamko rambe yamko arunawa kombe.” Lagu G. F. Handel yang terkenal dan dinyanyikan dalam perayaan kebangkitan Yesus dan bahkan Natal “Haleluya Handel” punya motif melodi di awal lagu tempat koor menyanyi “Haleluya!” lalu mengulangi motif itu beberapa kali dalam lagu untuk koor gereja yang hebat ini.

Kedua, suatu melodi diciptakan melalui kombinasi not-not berbagai nilai dengan waktu istirahat tertentu di antara not-not itu. Not yang ditahan selama beberapa ketukan digabung dengan not yang berlangsung selama satu ketukan, setengah ketukan, seperempat ketukan, seperenam belas ketukan, dan seterusnya. Tanda istirahat biasanya muncul pada not yang ditahan yang bisa diikuti tanda koma atau tanda diam. Dalam notasi angka, tanda diam ditulis dengan memakai angka nol ( 0 ). Melodi tanpa waktu istirahat akan melelahkan untuk didengar dan dinyanyikan.

Ketiga, suatu melodi diciptakan berdasarkan tangganada. Tangganada Barat yang paling lazim dipakai adalah tangganada diatonik mayor. Karena ada tujuh not pokok dalam tangganada ini, maka ada juga tujuh kunci atau nada dasar. Kunci ini ditulis dengan memakai abjad. Padanannya dengan not angka demikian: C (do), D (re), E (mi), F( fa), G (sol), A (la), dan B (si). Tangganada Barat kedua yang lazim dipakai adalah tangganada minor naturel: A-B-C-D-E-F-G. Kedua jenis tangganada paling populer ini berdasarkan tangganada diatonik mayor C.

Keempat, suatu melodi bisa memakai not-not akordal atau gabungan not-not akordal dan non-akordal. Untuk memahami pernyataan ini, kita memakai susunan not akordal dari tiga not – disebut triad – dalam tangganada C mayor. Ambil saja, misalnya, akord C (1-3-5), F (4-6-1), dan G (5-7-2). Ketiga jenis triad ini bisa Anda balikkan urutannya, masing-masing sebanyak dua kali. Balikan pertama mulai dari not kedua dari bawah; Anda memperoleh balikan pertama: 3-5-1 (C), 6-1-4 (F), dan 7-2-5 (G). Untuk balikan kedua, Anda mulai dengan not paling atas dari susunan awal: 5-1-3 (C), 1-4-6 (F), dan 2-5-7 (G). Melodi apa pun yang memakai berbagai kombinasi triad ini, yaitu, susunan awal dan kedua balikannya, disebut bersifat akordal. Melodi akordal ini memakai kombinasi interval ke-3, yaitu, 1-3, 4-6, dan 5-7 dan interval ke-4: 5-1, 1-4, dan 2-5. Kombinasi interval ke-3 dan ke-4 menimbulkan suasana hati yang dramatik. Untuk memberi variasi pada not-not akordal ini, pencipta bisa menyisipkan not-not tertentu yang disebut not-not sisipan. Not-not ini umumnya membentuk interval kedua dengan not di kiri-kanan yang mengapitnya. Dalam urutan akordal 1-3-5, 4-6-, dan 5-7-2, misalnya, pencipta bisa menyisipkan not-not di luar ketiga macam triad ini demikian: 1-2-3-4-5 (C), 4-5-6-7-1 (F). dan 5-6-7-1-2 G). Not-not nonakordal dalam akord C adalah 2 dan 4, dalam akord F 5 dan 7, dan dalam akord G 6 dan 1. Penyisipan not-not akordal ini berfungsi untuk memuluskan gerak melodi dan sekaligus memberi efek-efek musikal tertentu. Pemain gitar bas yang menghias not-not akordalnya dengan not-not sisipan akan membuat jalur melodik yang dipetiknya menjadi lentur dan menawan untuk didengar.

Kelima, melodi bisa menempuh berbagai gerak. Ia bisa mulai dengan not yang tinggi lalu menurun dan berakhir dengan not yang rendah. Banyak melodi tradisional di Papua memakai gerak ini. “Yamko Rambe Yamko”, misalnya, mulai dengan not paling tinggi di awal lagu (yaitu, not do titik satu di atasnya) lalu berakhir dengan not paling rendah, sejauh satu oktaf (yaitu, not do tanpa titik di atas atau di bawahnya). Ia bisa juga mulai dengan not yang paling rendah dan berakhir dengan not yang paling tinggi. Lagu pop Barat terkenal oleh Billy Joel, “My Way” memakai teknik ini. Awal lagu mulai dengan not sol satu titik di bawahnya dan berakhir dengan rangkaian not si-do-re-re-do – dengan re (satu titik di atasnya) sebagai not paling tinggi. Klimaks lagu dicapai di akhir yang tinggi itu. Gerak melodi lain bisa merupakan berbagai variasi dari kedua gerak tadi. Ada gerak melodi seperti orang turun-naik bukit; notnya rendah kalau orang ada di lembah, meninggi kalau ada di puncak bukit, menurun kalau orang turun lereng, rendah-tinggi berulang-ulang kalau orang naik-turun bukit berulang-ulang, lalu menjadi paling tinggi kalau orang mendaki puncak tertinggi bukit itu lalu turun lagi ke lembah dan istirahat di sana. Itulah gerak khas lagu “Oh, Danny Boy” yang era 1960-an dipopulerkan penyanyi bersuara bariton-bass yang menawan, Jim Reeves.

Keenam, melodi bisa bergerak memakai satu atau beberapa nada dasar dan
satu atau beberapa jenis birama. Lagu, misalnya, tetap mermakai satu nada dasar seperti C atau dimulai dengan nada dasar C mayor lalu berubah di tengah jalan menjadi E mayor lalu kembali lagi ke C mayor sebelum berakhir. Lagu bisa juga memakai satu jenis birama seperti 4/4 atau bisa juga berganti jenis birama; ia mulai dengan 4/4 lalu berubah menjadi 2/4 di tengah gerak majunya dan kembali lagi ke 4/4. Jelas ada variasi dalam gerak melodi itu.
Vidi Rosen
19-04-2008, 11:38
Ketujuh, karena pengaruh musik etnik atau tradisional, ada jenis melodi yang diciptakan berdasarkan tangganada ini. Yang lazim adalah tangganada pentatonik, tangganada yang memakai lima urutan nada atau not yang berbeda. Salah satu bentuk tangganada pentatonik yang tersebar luas di dunia memakai urutan not do-re-mi-sol-la (dalam tangganada C mayor). Dalam musik tradisional atau gereja di Barat, tangganada ini – tanpa not fa dan si – mendasari lagu pergantian tahun baru “Auld Lang Syne”; lagu gereja “Amazing Grace”; lagu pop Amerika Serikat tahun 1980-an, “Kung Fu Fighting”, dan lagu-lagu gospel orang Amerika hitam seperti “Swing Low Sweet Chariot”, “Joshua Fit the Battle of Jericho”, dan “Nobody Knows the Troubles I’ve Seen.” Tangganada pentatonik jenis ini ada dalam musik tradisional Papua, Korea, China, Batak, Jawa, Sunda, dan Bali. Bahkan musik pop modern dari Korea Selatan dan Mandarin (China) memakai tangganada pentatonik ini dalam lagu-lagu pop tertentu. Di Jawa tangganada ini disebut laras slendro dan muncul dalam lagu-lagu rakyat, seperti “Lir Ilir”.

Tangganada pentatonik ini dipakai juga oleh para musikus Kristen di Indonesia untuk menciptakan berbagai lagu gereja. Dalam buku nyanyian Kidung Jemaat, ia mendasari, misalnya, “Betapa Kita Tidak Bersyukur” karya Subronto Kusumo Atmodjo dan “Gembala Baik Bersuling nan Merdu” ciptaan C. Akwan. Ia juga mendasari, umpamanya, “Semua yang Tercipta” gubahan M. Karatem dalam Nyanyikanlah Kidung Baru, sebuah buku nyanyian jemaat yang dipakai oleh Gereja Kristen Indonesia (GKI).

Jenis tangganada pentantonik lain yang muncul khusus dalam musik gamelan di Jawa adalah pelog. Salah satu jenis pelog yang sering muncul memakai urutan not do-mi-fa-sol-si.

Tangganada ini sudah mendasari ciptaan berbagai nyanyian jemaat Kristen di Indonesia. Subronto Kusumo Atmodjo menciptakan berdasarkan pelog ini “Roh Kudus Turunlah” dan “Puji Allah Pencipta” dalam Kidung Jemaat; buku nyanyian jemaat Kristen yang sama berisi “SabdaMu Abadi” yang juga memakai pelog ini ciptaan Romo (Pater) Soetanta S.J. Pendeta Dr. Sutarno, mantan rektor Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga, Jawa Tengah, menciptakan berdasarkan pelog ini “Ya Tuhanku, Kasihanilah Daku” dan “Amin, Haleluya!” dalam Nyanyikanlah Kidung Baru.
Vidi Rosen
19-04-2008, 11:40
Kedelapan, melodi – terutama yang dinyanyikan – diciptakan dalam jangkauan tertentu. Untuk nyanyian bersama, jangkauan nada paling rendah dan paling tinggi dibuat rata-rata. Kalau lagunya berisi not yang terlalu rendah, suara tinggi seperti sopran dan tenor akan kesulitan menyanyikannya dengan mantap. Kalau lagunya berisi not yang terlalu tinggi, suara rendah seperti alto dan bas akan kesulitan juga menyanyikannya dengan mantap. Untuk nyanyi solo, jangkauan not melodi disesuaikan dengan setiap jenis suara - seperti sopran, alto, tenor, atau bas – dan luasnya jangkauan nada yang bisa dia capai secara mantap (tidak dipaksakan).

Beberapa contoh lagu-lagu dengan berbagai jangkauan suara. “Huembello”, suatu lagu rakyat Sorong yang dipopulerkan di dalam dan di luar Indonesia oleh ben The Black Brothers era 1970-an/1980-an, memakai jangkauan nada yang sangat terbatas. Ada hanya empat urutan nada berdasarkan suatu tangganada tradisional Papua empat nada: sol-sa-do-ri (5-b7-1-#2). Tangganada ini – sampai batas tertentu – mengingatkan kita pada musik blues orang Amerika hitam. “Diru-Diru Nina”, lagu tradisional Papua lain yang dimainkan ben yang sama dengan irama reggae, punya jangkauan not yang agak sempit karena memakai lima urutan not saja pada melodi utama, yaitu, suara satu: do-re-mi-sol-la. Urutan not ini sekaligus adalah suatu contoh tangganada pentatonik. Lagu “Apuse” yang diciptakan berdasarkan tangganada diatonik mayor tanpa not la (tersirat di dalam melodinya) memakai jangkauan not satu oktaf: sol-si-do-re-mi-fa-sol. “Sajojo” yang juga dipopulerkan pertama kali di Indonesia oleh the Black Brothers punya jangkauan yang cukup luas; ia memakai urutan sembilan not dengan perulangan sol-la-do satu oktaf lebih tinggi: sol-la-do-re-mi- fa-sol-la-do. “Malam Kudus” memakai urutan sebelas not diatonik mayor: do-re-mi-fa-sol-la-si-do-re-mi-fa. Lagu-lagu dengan jangkauan suara yang berbeda-beda ini bisa dinyanyikan secara solo atau berkelompok.

Kesembilan, melodi-melodi modern yang dipengaruhi musik Barat entah pop entah klasik mengikuti bentuk-bentuk tertentu. Ada bentuk yang disebut “bentuk strofik”. Secara sederhana, suatu nyanyian berbentuk strofik mengulangi – secara sama atau hampir sama – setiap bait liriknya. Lagu “Apuse”, misalnya, punya satu bait lirik. Ia terdiri dari dua bagian: melodi utama dan buntutnya yang memakai kata-kata “Arafa bye auswara kwar.” Seandainya lagu rakyat ini punya tiga bait pada melodi utamanya, ketiga-ketiganya akan dinyanyikan persis sama lalu diakhiri dengan buntutnya. Ini suatu contok lagu berbentuk strofik.

Contoh strofik lain berisi perulangan bagian-bagian tertentu dari melodi dan sering lirik. Lagu “Yamko Rambe Yamko”, misalnya, berisi perulangan bagian-bagian. Dalam lagu pertama, ada dua frasa yang diulangi sekali lagi: “Hei, yamko rambe yamko arunawa kombe” dan “Temino kibi kuba muko bumbeko yuma nobunge awa ade.” Perulangan seperti ini ada juga dalam lagu “Diru-Diru Nina”.

Bentuk sebaliknya disebut lagu non-strofik. Dalam jenis lagu ini, musik bergerak terus, tidak mengulang-ulangi bagian-bagiannya atau dirinya.

Kesepuluh, suatu melodi punya suatu nada dasar dan tempo atau tingkat kecepatan membawakan melodi itu. Pada notasi angka, nada dasar ditulis di antaranya sebagai do=c, do=g, do=bes, dan lain-lain. Temponya ditulis dengan memakai semacam singkatan baku seperti MM=100. Artinya, lagu yang dibawakan berlangsung selama 100 ketukan per menit. Kepanjangan singkatan MM adalah Maelzel’s Metronome. Metronom adalah suatu alat penemuan Winkel, seorang Belanda, beberapa abad yang lalu dan dipakai untuk menghitung tempo lagu. Tapi hasil penemuan Winkel lalu dicuri Maelzel, seorang Perancis, dan sejak itu dipatenkan atas namanya.

Kesebelas, untuk kepentingan analisis melodi, para ahli menemukan cara untuk meringkaskan not-not yang begitu banyak dalam melodi menjadi not-not intinya dan model geraknya. Teknik ini disebut skema bentuk melodi. Skema ini dipengaruhi jenis tangganada yang dipakai.

Dalam notasi balok, not inti yang merupakan not akordal dicetak dengan not berkepala putih sementara not sisipan atau not nonakordal dicetak dengan not berkepala hitam. Untuk memudahkan pemahaman Anda, saya akan menggantikan not berkepala putih dengan not angka, yaitu, suatu not angka diikuti satu titik, seperti 1 . dan 2 (re) tanpa titik di belakangnya untuk not balok berkepala hitam.

Ambil, misalnya, “Apuse” sebagai suatu contoh penjelasan. Lagu rakyat 4/4 ini memakai tangganada diatonik mayor tanpa not la. Untuk mempermudah pemahaman Anda, saya akan memakai kunci C mayor untuk menjelaskan semua contoh lagu dalam tulisan ini dan kata-kata disertai akord dasarnya dalam kunci tadi.

C G7 C C G7 G7
Apuse kukondao / yarabe Soren Doreri/ Wuf lenso
F C G7 C F C G7 C
baninema bekipase./ Arafa bye auswara kwar./

Dalam posisi tanpa balikan, apa susunan setiap akord dasar tadi? C terdiri dari 1-3-5, G 5-7-2, G7 5-7-2-4, dan F 4-6-1.

Not sisipan (mi) untuk akord G7 terdapat dalam suku kata “kon-“ dari kata “kukondao” dan “ki-“ dari kata “bekipase”. Untuk akord C, not nonakordalnya terdapat pada suku kata “-ren” (kena not re) dan “re-“ (kena not fa) dari frasa “Soren Doreri”. Not nonakordal untuk akord F (yaitu sol) ada pada suku kata “ni-“ dari “baninema” dan “a-“ dari “Arafa”.

Lagu dimulai dengan not sol titik satu di bawahnya, sekaligus sebagai not paling rendah. Dalam gerak majunya, not sol dipakai lebih dari sekali: sol titik satu di bawahnya dipakai 5 kali sementara sol tanpa titik di atas atau di bawahnya dipakai satu kali. Not si satu titilk di bawah dipakai dua kali. Not do dipakai 4 kali.Not re dan mi masing-masing dipakai 8 kali. Not fa dipakai 4 kali.

Untuk meringkaskan melodi “Apuse” supaya memahami “sokoguru” atau “tiang utama” bangunan melodinya, para ahli musik memilih satu not saja dari semua bentuk not yang sama yang dipakai dalam lagu rakyat tadi. Mereka memilih not inti dari awal ke akhir lagu dan menyusunnya secara bertangga, meninggi atau menurun sesuai arah gerak melodi. Semua not akordal punya dua ketukan, semua not nonakordal punya satu ketukan. Jadi, nada inti atau not inti yang menjadi “sokoguru” melodi “Apuse” berjangkauan satu oktaf – delapan nada dengan not la tersirat – ini demikian:

| 5 . 7 . 1 . 2 . 2 3 4 . 4 5 ||
Vidi Rosen
19-04-2008, 11:43
Analisis inti bangunan melodi seperti ini akan Anda temukan berkali-kali ketika kita membicarakan hasil penelitian Dr. Jaap (dibaca “Yaap”) Kunst tentang musik tradisional di Papua. Dengan memahami struktur dasarnya, Anda dipermudah untuk mengembangkannya menjadi melodi khas Papua dengan memadukannya secara apik dengan unsur-unsur musik modern.

Harmoni
Secara sederhana, harmoni adalah struktur akord. Penjelasan tentang akord lebih mudah dipahami melalui susunan tiga notnya berdasarkan kombinasi interval tertentu; susunan macam ini disebut “triad”. Yang akan dipakai sebagai contoh penjelasan pun akord-akord dasar. Semua triad dibentuk – dari not paling rendah ke not paling tinggi – oleh dua macam interval: interval ke-3 dan interval ke-4. Triad C, misalnya, dibentuk masing-masing oleh interval ke-3, yaitu, 1-3 dan 3-5. Ketika mengalami balikan kesatu, urutan notnya menjadi 3-5-1 yang dibentuk sekarang oleh interval ke-3 (3-5) dan ke-4 (5-1). Anda bisa menemukan aturan yang sama ketika menguraikan interval akord-akord dasar lain, yaitu, F dan G – semuanya dalam tangganada C mayor. Tangganada minor naturel yang dibentuk dari tangganada C mayor memakai triad minor seperti Am (6-1-3), Dm (2-4-6), dan Em (3-5-7). Setiap triad minor ini dibentuk oleh gabungan dua interval ke-3. Balikkan triad Dm, misalnya, menjadi 4-6-2 dan Anda menemukan gabungan interval ke-3 (4-6) dan ke-4 (6-2). Akord-akord minor tadi adalah juga bagian dari tangganada diatonik C mayor.

Akord-akord mayor – seperti C, F, dan G – umumnya dipakai untuk mengungkapkan suasana “terang”, “cerah”, bahagia – pendek kata, suasana optimistik. Akord-akord minor – seperti Am, Dm, dan Em – umumnya dipakai untuk mengungkapkan suasana hati yang sedih, muram, gelap, sayu, parah – pendek kata, suasana introspektif. Dalam musik vokal, kedua macam suasana ini ditentukan oleh makna lirik dan bentuk melodi yang disesuaikan dengan makna lirik.

Selain struktur akord, harmoni mencakup juga apa yang diistilahkan “voicing”. Ini adalah pilihan dari not-not akord yang ingin Anda mainkan atau nyanyikan. Suatu akord yang lengkap lebih luas jangkauan notnya dari bentuk triadnya. Ambil akord C lagi sebagai contoh penjelasan. Di atas triadnya ada C6 (1-3-5-6), CM7 (1-3-5-7), C7 (1-3-5-b7), C9 (1-3-5-b7-2), C11 (-3-5-b7-2-4), C13 (1-3-5-b7-2-4-6). Kalau akord ini ditambah angka-angka tertentu di belakangnya, susunan notnya makin bervariasi: Cadd9 (1-3-5-2), C+(1-3-#5-1), C6/9 (3-6-2-5-1-3), C7sus (1-4-5-b7), Co7 (b3-6-1-b5), C7#5 (3-b7-3-#-1-3), C7b5 (3-b7-1-b5), C7#9 (1-3-b7-#2), C7b9 (1-3-5-b7-b2), C7#5b9 (3-b-3-#5-b2-3, dan lain-lain. Ketika Anda ingin membuat duet, Anda hanya akan memakai dua dari sekian not dalam susunan berbagai jenis akord C tadi; Anda tidak mungkin memakai lebih dari dua. Kalau melodi utama adalah suara sopran dan melodi “pewarna” adalah suara tenor, maka susunan not sopran-tenor tentu bergantung pada suara utama. Kalau suara utama memakai mi, misalnya, suara pewarna memakai sol. Anda lalu memilih dua dari sekian not dalam akord C yang begitu banyak variasinya. Teknik yang sama Anda pakai untuk membentuk trio – paduan suara dari tiga suara; triad pun Anda pakai untuk memainkan organ dan, karena itu, Anda harus memilih tiga dari sekian not pada akord-akord C tadi. Gitar enam senar yang Anda mainkan tidak mungkin memainkan kombinasi not lebih dari enam, seperti C13. Sesuai setelan gitar dan aturan yang berlaku, Anda harus memilih enam dari 7 not dalam akord ini. Pilihan not-not akordal yang Anda buat demi nyanyian atau iringan disebut voicing.

Harmoni adalah suatu konsep musikal khas Barat. Ia tidak ditemukan dalam musik tradisional di Papua. Yang sering ditemukan oleh penelitian Kunst adalah nyanyi sama-sama memakai satu suara – disebut nyanyi dalam bentuk unison. Kalau terdengar suara lain yang mirip harmoni atau paduan suara, kombinasi berbagai suara ini tidak mengikuti aturan harmoni Barat.

Ritme
Ritme dalam bentuk notasi musikal – rangkaian not balok atau not angka – menghidupkan makna kata-kata suatu lagu. Perasaan ritme karena itu harus sejalan dengan perasaan kata-kata. Ritme bahkan menghidupkan lirik.

Secara praktis, ritme dalam bentuk notasi musikal diperkuat daya pikatnya oleh iringan musikal. Dalam musik pop modern, iringan musikal ini disebut irama, style, idiom, corak, tradisi. Anda yang terbiasa memainkan keyboard Yamaha PSR 3000 akan menemukan berbagai irama ini pada tulisan Styles di bagian atas keyboard. Anda akan menemukan tombol dengan tulisan Ballad yang berisi Classical Piano Ballad dan tombol Hard Rock. Setiap style dilengkapi empat macam tombol variasi yang disebut fill.

Pilihan berbagai irama musik pop modern pada keyboard ini Anda sesuaikan dengan jiwa lagu. Suatu lagu yang memenuhi syarat harus menunjukkan keserasian atau semacam “kerjasama” antara lirik dan melodi; artinya, bentuk lirik harus disesuaikan dengan ritme dan makna lirik. Kalau suatu pesan lirik menimbulkan suasana lembut (mellow) dan melodi mendukungnya, ritme atau style yang mendukung kedua-duanya pun harus lembut. Jenis-jenis ballad yang lembut pada keyboard Yamaha tadi cocok untuk mengungkapkan pesan dan melodi yang lembut. Kalau pesan liriknya dan melodi yang menunjangnya bersuasana romantik (suasana seperti mimpi indah atau seperti Anda sedang berada di Eden atau kebun bunga yang menimbulkan suasana mirip Eden), ritme iringannya pun romantik. Classical pop ballad pada keyboard tadi cocok untuk mengiringi lirik dan melodi yang romantik. Kalau pesannya keras, melodi dan iringannya pun keras. Hard rock cocok untuk pesan dan melodi yang keras.

Penguatan suasana lagu melalui keserasian antara lirik, melodi, dan iringan adalah suatu aturan baku dalam menciptakan dan membawakan lagu modern. Aturan ini menjadi berantakan kalau terjadi konflik di antara ketiga-tiganya. Irama samba dan salsa yang energik menjadi loyo – tanpa energi extra joss – kalau Anda mainkan dengan irama yang rileks atau romantik. Idiomnya keliru. Sebaliknya, lirik tentang suasana damai di pedesaan menjadi tidak pas kalau melodinya bergerak lincah dan cepat dan iringan musiknya energik seperti disko, funky, atau heavy-metal rock. Supaya pas, lagu-lagu dibawakan sesuai iramanya yang khas, atmosfir, dan suasana dari makna liriknya.

Ritme tadi berkaitan dengan dinamika. Nyanyian apa pun membutuhkan energi, tenaga. Bahkan nyanyian yang tenang sekalipun membutuhkan intensitas, kepadatkentalan tenaga, untuk menghidupkannya. Ritme menolong menghidupkan musik.

Peleburan Semua Unsur Musik

Dalam musik modern, semua unsur musik tadi – umum dan khusus – harus dileburkan demi memperkuat suatu pesan utama dari nyanyian. Aturan umum yang berlaku demikian: Semua unsur nyanyian harus bekerja sama untuk mempertinggi perasaan dari makna pesan.

Salah satu penerapan aturan ini adalah penyelarasan tekanan melodik dengan tekanan kata. Sangat banyak lagu modern di Indonesia entah pop entah klasik mengabaikan asas keserasian ini – untuk berbagai alasan yang akan menjadi terlalu banyak untuk dijelaskan di sini. Yang bisa dikatakan adalah bahwa para pencipta lagu dan lirik dengan tekanan yang saling bertabrakan ini rupanya tidak atau belum memahami aturan tentang keserasian ini.

Suatu contoh yang dikutip sebagai contoh konflik antara tekanan melodik dan tekanan kata adalah lagu “Burung Kakatua”. Kalau bagian awalnya kita baca menurut logal Indonesia yang berlaku umum – seperti yang dipakai para penyiar televisi dan radio – kata-kata lagu ini harus dibaca demikian (dengan suku kata huruf besar dibacakan lebih nyaring dari suku kata huruf kecil): BU-rung KA-ka-TU-a HING-gap DI jen-DE-la./NE-nek SU-dah TU-a, gi-gi-NYA TING-gal DU-a./ (Kata “giginya” bisa juga ditekan pada suku katanya yang kedua: gi-GI-nya.)

Tapi apa yang kita dengar kalau kita baca tekanan kata sesuai tekanan melodiknya tidak pas sehingga menimbulkan efek jenaka. Bu-RUNG ka-KA-tu-A hing-GAP di JEN-de-LA./ Ne-NEK su-DAH tu-A, gi-gi-NYA ting-GAL du-A./Ini salah satu dari banyak lagu ciptaan di Indonesia yang berisi konflik antara tekanan kata dan melodik.

Salah satu dari sedikit lagu perjuangan Indonesia yang tekanan kata dan melodiknya sempurna adalah “Maju Tak Gentar” karya Cornel Simanjuntak. Sedikit dari buku nyanyian jemaat yang mematuhi secara ketat aturan umum tadi – termasuk, keserasian antara tekanan kata dan melodik – adalah Kidung Jemaat terbitan Yayasan Musik Gereja di Jakarta, Mazmur dan Nyanyian Rohani susunan I. S. Kijne, dan Nyanyikanlah Kidung Baru (dalam banyak hal). Anda yang berminat bisa mempelajari keserasian unsur-unsur tadi dalam ketiga buku nyanyian ini.

Melodi, Lagu, dan Nyanyian

Sejauh ini, kata “melodi”, “lagu”, dan “nyanyian” dipakai berulang-ulang. Apa arti ketiga istilah ini? Melodi adalah suatu urutan not yang bervariasi dalam tingginada dan punya suatu bentuk musikal yang bisa dikenal. Singkat kata, melodi mencakup urutan not dan tingginada. Melodi berarti juga lagu atau nyanyian. Nyanyian adalah komposisi vokal pendek apa pun, entah diiringi musik entah tidak.


Instrumen-Instrumen Tradisional

Dengan penjelasan tentang beberapa segi dasar-dasar ilmu musik Barat, Anda sekarang sudah dipermudah untuk memahami hasil penelitian Dr. Jaap Kunst tentang musik tradisional di Papua lebih baik. Sambil berjalan, saya akan menjelaskan istilah-istilah teknis lain kalau belum dicakup dalam bagian tulisan ini.